- Home »
- Tips dan Info »
- Teknik Lingkungan dan Ilmu Lingkungan
Unknown
On Sabtu, 22 Maret 2014
Teknik Lingkungan dan Ilmu Lingkungan
Oleh Gede H. Cahyana
Oktober adalah bulan kelahiran Teknik Lingkungan di Indonesia
kalau diacu pada embrio yang bernama Teknik Penyehatan (TP) di Institut
Teknologi Bandung (ITB). Pada masa itu, TP menjadi “bagian” dari Departemen
Teknik Sipil.
Istilahnya departemen, bukan jurusan, bukan program studi seperti sekarang. Bidang yang ditekuni oleh mahasiswa TP berkisar di sektor sanitasi sesuai dengan nama departemen ini, yaitu Sanitary Engineering. Berbagai buku-ajar (textbook) selalu saja mencantumkan frase sanitary engineering seperti Unit Operation for Sanitary Engineering, Unit Process for Sanitary Engineering, Municipal and Rural Sanitation yang ditulis oleh Salvato untuk Sanitary Engineering.
Istilahnya departemen, bukan jurusan, bukan program studi seperti sekarang. Bidang yang ditekuni oleh mahasiswa TP berkisar di sektor sanitasi sesuai dengan nama departemen ini, yaitu Sanitary Engineering. Berbagai buku-ajar (textbook) selalu saja mencantumkan frase sanitary engineering seperti Unit Operation for Sanitary Engineering, Unit Process for Sanitary Engineering, Municipal and Rural Sanitation yang ditulis oleh Salvato untuk Sanitary Engineering.
Frase
Teknik Penyehatan pun serta merta meluas digunakan oleh
pemerintah Orde Baru, bahkan beberapa kantor masih menggunakan istilah
ini sampai
sekarang. Pada dekade 1970-an, di seluruh Indonesia dimapankan nama
Bagian
Teknik Penyehatan di Departemen Pekerjaan Umum, di Kantor Wilayah Dinas
Pekerjaan Umum provinsi sampai ke kabupaten dan kota madya (dulu ada
istilah
kota administratif dan kota madya; sekarang istilahnya kota). Maklumlah,
pada
dasawarsa itu, produsen sarjana atau insinyur Teknik Penyehatan hanya
berasal
dari ITB sehingga Departemen Pekerjaan Umum pun diisi oleh alumni TP
ITB. Tak
mengherankan, mayoritas desain IPAM di BPAM atau PDAM pada dekade 1970
s.d 1980
didominasi oleh alumni ITB, lebih khusus lagi adalah dosen-dosen ITB,
mulai
dari Sabang sampai Merauke, Sangihe hingga Rote.
Namun demikian, eksistensi istilah Sanitary Engineering di Amerika Serikat mulai memudar justru ketika
pemerintah Indonesia (Orde Baru) sedang sibuk-sibuknya melaksanakan Pelita
(Pembangunan Lima Tahun) di sektor Teknik Penyehatan, Dept. Pekerjaan Umum. American Society of Civil Engineers (ASCE) pada 1977 mengeluarkan istilah Environmental
Engineering yang dilengkapi dengan definisinya yang cukup panjang. Di
Bandung, dimotori oleh dosen dan alumni TP ITB pada waktu itu, yaitu tahun 1977
didirikan Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Indonesia (IATPI). Artinya, ketika
asosiasi insinyur sipil di Amerika Serikat merilis definisi untuk Teknik
Lingkungan, di Indonesia baru dibentuk asosiasi bidang teknik penyehatan. Istilah
Teknik Lingkungan di Indonesia resmi muncul pada tahun 1984 setelah Departemen
Teknik Penyehatan ITB diubah menjadi Jurusan Teknik Lingkungan ITB.
Namun sejumlah nama, plank,
etiket, label di banyak barang inventaris, termasuk kop kertas surat masih
berlabel Teknik Penyehatan. Ini berlangsung hingga akhir dekade 1980-an atau
1990. Perlu waktu kurang lebih lima tahun untuk memapankan istilah Teknik
Lingkungan di ITB. Barangkali ini berkaitan dengan ketersediaan dana untuk
biaya pengecatan ulang label di kursi, meja, lemari, dll. Di pusat juga, yaitu
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ditjend. Pendidikan Tinggi, masih setia mencantumkan
kata Teknik Penyehatan pada formulir dan brosur PMDK (Penelusuran Minat Dan
Kemampuan) dan di berkas (buku panduan) Sipenmaru (Sistem Penerimaan Mahasiswa
Baru). Oleh sebab itu, saya sempat bertanya-tanya ketika nama saya muncul di
Jurusan Teknik Lingkungan, di urutan terakhir, yaitu nomor 12 dengan NRP.
1851312, bukan di Teknik Penyehatan seperti yang tercantum dalam berkas PMDK
yang saya hitamkan lingkarannya (buletannya).
Dengan kata lain, saya dan teman-teman seangkatan, tanpa disadari alias gak tahu apa-apa, adalah produk konversi
dari TP ke TL.
Nomenklatur itu selanjutnya diikuti oleh Jurusan Teknik
Lingkungan ITS di Surabaya, STTL (Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan) dan Universitas
Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, Teknik Lingkungan di Institut Teknologi
Adityawarman (Universitas Kebangsaan), Universitas Pasundan, dan Institut
Teknologi Nasional (Itenas). Selepas medio 1990-an ditandai juga dengan
kehadiran jurusan Teknik Lingkungan atau masih menjadi bagian dari Jurusan
Teknik Sipil seperti di Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro dan
lain-lain. Bak jamur di musim hujan, jurusan TL akhirnya meluas hingga ke
Sumatera dan Kalimantan. Oleh sebab itu, pada tahun 1996 digelarlah lokakarya di ITB untuk “dengar-pendapat” dari berbagai jurusan TL di Indonesia, dihadiri
oleh alumni TP/TL, dosen, BAN PT serta konsorsium MIPA dan teknologi.
Ilmu Lingkungan
Ternyata, dunia ini betul-betul jauh lebih luas daripada daun
kelor. Tak lama berselang setelah pemapanan Teknik Lingkungan di ITB dan di
Indonesia umumnya, muncullah jurusan Ilmu Lingkungan (Environmental Science). Jurusan ini bukan bagian dari biologi atau
ekologi seperti yang ada di Universitas Padjadjaran misalnya. Jika dikelompokkan,
jurusan Ilmu Lingkungan masuk ke dalam sains tersendiri, berdiri sendiri,
sejajar dengan biologi, fisika, kimia, geologi. Dari dulu sampai sekarang, di
ITB ada MK Pengetahuan Lingkunganyang dinyatakan sebagai “anak” dari MK Biologi, yang disebut ekologi (ecology). Salah satu buku yang dijadikan
rujukan mata kuliah ini ialah Ilmu Lingkungan, tulisan R. E. Soeriaatmadja, guru besar di Prodi Biologi ITB dan mantan Asmen LH.
Dengan jelas disebutkan dalam buku ini bahwa ilmu lingkungan bercikal dari
ekologi dan ekologi adalah bagian dari biologi.Satu contoh topik bahasannya adalah ekosistem akuatik.
Karena basisnya adalah biologi (ekologi) maka porsi subjek seperti air
minum, air limbah, persampahan, dll hampir tidak dibahas di buku ini
secara khusus.
Tak bisa dimungkiri, makna lingkungan memang luas, seluas
eksistensi lingkungan itu, baik lingkungan alami mupun lingkungan buatan. Tentu
berat sekali dan menjadi dangkal kalau seorang mahasiswa harus mempelajari
semua materi lingkungan dalam arti luas di sebuah jurusan. Apalagi kalau
dievaluasi mata pelajaran di SD, SMP, MTs, MA, SMA yang bernama Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), akan makin tumpang tindih dan sengkarut saja bidang lingkungan
ini. Semua guru, seperti guru biologi, kimia, geografi, bahkan PPKn pun ada
yang mengajar PLH. Sebab, hanya dengan membaca sejam dua jam saja, guru sudah
bisa menjelaskan materi lingkungan dalam makna umum (general) sehingga mata pelajaran ini dipandang sebelah mata alias
dianggap gampang. Padahal hakikatnya, pelajaran inilah yang justru sangat
mempengaruhi kesehatan jasmani, ruhani (mental) dan sosial manusia. Terapan
pelajaran PLH ini sangat vital bagi eksistensi manusia tetapi manusia tidak
menyadarinya. Dianggapnya, pelajaran ini sekadar hafalan, masuk telinga kiri,
ke luar telinga kanan.
Kembali ke ilmu lingkungan. Perdefinisi, ilmu atau sains (science) dapat dibagi menjadi dua, yaitu
ilmu sosial dan ilmu alam. Ilmu sosial mempelajari interaksi manusia dalam
kehidupan negara, keluarga, suku, ras, agama, komunitas, kelompok, kantor, dll.
Ilmu alam fokus ke materi tentang dunia (Bumi) seperti fisika, biologi, kimia,
geologi, dan ilmu lingkungan. Tampaklah bahwa ilmu lingkungan menjadi bagian
yang setara dengan biologi dll, bukan cabang atau bagian dari biologi
(ekologi). Menurut istilah, ilmu adalah pengetahuan yang disistemkan, memiliki
hukum, asas, aksioma, postulat, kaidah, dst., dapat diuji dengan pengumpulan
data lewat observasi atau eksperimen. Dengan kata lain, ilmu berbeda dengan
pengetahuan (knowledge). Bahkan, ilmu
ini pun meliputi ilmu yang kasat mata (scientific)
dan ilmu gaib. Hanya saja, ilmu gaib tidak dianggap ilmu oleh kalangan sekuler
di Eropa, Amerika, Australia, dll. Bagi ilmuwan sekuler, segala entitas ilmu
harus dapat dibuktikan dengan riset lewat metodologi yang dibakukan untuk ilmu an sich.
Ilmu lingkungan (Environmental
Science) mempelajari semua bidang yang ada di dalam ilmu alam seperti
biologi, kimia, fisika, geologi. Adapun biologi fokus ke bidang biologi, kimia
fokus ke kimia, fisika juga ke fisika dengan cabang-cabangnya atau subdisiplin
seperti mikrobiologi, kimia organik, fisika nuklir, dll. Singkatnya, bekal
keilmuan seorang sarjana ilmu lingkungan meliputi semua subjek ilmu alam (natural science) dan matematika. Historisnya, mahasiswa (alumni) ilmu lingkungan mempelajari lingkungan alami seperti atmosfer, tanah (land), air, dll. Tapi lingkup ilmu ini terus meluas hingga ke lingkungan binaan manusia (built environment).
Lantas, bagaimana dengan sarjana Teknik Lingkungan?
Berdasarkan istilah, teknik, rekayasa atau engineering
adalah profesi yang menerapkan ilmu (sains) dan matematika untuk memanfaatkan
massa dan energi demi kepentingan manusia di bidang struktur, mesin, produk,
sistem, proses, dll. Oleh sebab itu, seperti ditulis di atas, ASCE memberikan
definisi Teknik Lingkungan sbb: profesi yang menerapkan ilmu (pemikiran) untuk
memberikan solusi bagi masalah sanitasi lingkungan seperti air minum yang aman,
pengelolaan air limbah, drainase, persampahan, kebisingan, polusi udara,
kesehatan masyarakat, pencemaran industri, serta dampak sosial yang terjadi
akibat solusi di atas.
Ada kata-kata mutiara: “Scientists discover things and
engineers make them work”. Pada masa sekarang, kata-kata hikmah itu
bisa dievaluasi lagi, bisa dinyatakan betul dan masih berlaku, bisa juga sudah
tak relevan lagi. Zaman dulu, memang, ilmuwan (filosof) sebagai penemu lalu
insinyur yang menerapkan temuan itu dalam bentuk benda, barang, atau projek.
Tetapi sekarang, tak sedikit insinyur yang menemukan sesuatu lalu diterapkan di
lapangan. Lihat saja bidang teknologi pengolahan air minum dan air limbah, juga
pembuatan jalan tol, betapa insinyur bisa menemukan teknologi yang memudahkan
hidup manusia. Di bidang kendaraan juga begitu, temuan terus dibuat oleh
insinyur (engineer) di pabrik-pabrik.
Di lapangan kerja, dua jenis sarjana ini saling menunjang, saling membutuhkan. Misalkan, dalam desain instalasi pengolah air limbah seperti constructed wetland, sarjana teknik lingkungan bertugas mendesain bak, fenomena hidrolika, slope (kemiringan) pipa-pipa, sementara itu sarjana ilmu lingkungan menentukan jenis tanaman yang cocok untuk mengolah air limbah yang akan dimasukkan ke dalam bak itu. Dalam penetapan media tumbuh tanaman, yaitu berupa kerikil, pasir, atau kayu, kedua jenis sarjana ini bisa saling hitung dan memberikan masukan. Namun faktanya, seperti yang terjadi selama ini, seorang sarjana teknik lingkungan bisa melaksanakan semua tugas desain tersebut secara mandiri. (ghc)
NB.
Gelar lulusan Prodi Teknik
Lingkungan: S.T.
Gelar lulusan Prodi Ilmu
Lingkungan: S.Si.
Lantas, kalau nama prodinya adalah
Ilmu dan Teknologi Lingkungan, apa gelar lulusannya?
Terimakasih... Sangat bermanfaat
BalasHapusIf you're trying to lose fat then you have to jump on this brand new custom keto meal plan.
BalasHapusTo create this keto diet, licenced nutritionists, fitness trainers, and top chefs have joined together to develop keto meal plans that are useful, painless, cost-efficient, and delightful.
Since their grand opening in early 2019, 1000's of people have already completely transformed their body and health with the benefits a proper keto meal plan can give.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover eight scientifically-confirmed ones given by the keto meal plan.